Senin, 19 Mei 2008

TV Pendidikan dan Keprihatinan Siaran Televisi Sekarang

oleh
Nama : Rafi Saleh Rumana
Nim : 1102406046


- Munculnya TV Pendidikan yang diprakarsai oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) patutlah disambut dengan baik di tengah keprihatinan masyarakat terhadap siaran televisi khususnya televisi swasta yang makin jauh dari unsur-unsur pendidikan. Televisi Edukasi (TV E) mengudara sejak Selasa tanggal 12 Oktober 2004, namun baru dapat diakses lewat parabola. Jadi pemirsanya pun masih relatif terbatas. Untuk Semarang dan Jawa Tengah bisa dinikmati melalui TV Borobudur (TVB) dan Televisi Dian Nuswantoro (TV KU). Memang langkah ini masih kecil dan belum akan dapat menjangkau publik sebanyak televisi komersial yang makin banyak. Namun sengaja kita mencatat dan memberikan dorongan karena begitu penting kehadiran televisi pendidikan.

- Sebagaimana kita ketahui program-program siaran televisi swasta saat ini boleh dikatakan kurang mendukung pengembangan pendidikan. Dalam banyak hal justru bertolak belakang dengan upaya mencerdaskan masyarakat. TV swasta lebih banyak melansir acara-acara infotaintment sekitar kehidupan kawin cerai artis atau pun yang sekarang menyedot perhatian luas adalah tayangan misteri. Di sisi lain pemirsa dari kalangan muda lebih dibius oleh kontes-kontes seperti AFI dan KDI. Rating acara-acara seperti itu memang sangat tinggi serta menyedot iklan sangat banyak. Tetapi apakah cukup sampai di situ? Di mana letak tanggung jawab sosial dan idealisme lembaga penyiaran dalam mengembangkan pendidikan dan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

- Acara-acara infotainment dengan segal bentuknya itu boleh-boleh saja. Lembaga penyiaran telah menjelma sebuah lembaga bisnis dalam sebuah kancah industri yang makin kompetitif. Dalam hal itulah kita bisa memahami bila mereka berpikir keras membidik pasar dan merebut perhatian pemirsa. Tingkat persaingan pun makin tinggi, kendati lama-lama kita sering merasakan kejenuhan karena kurang ada kreativitas. Satu televisi sukses dengan satu acara seperti AFI, yang lain segera meniru. Infotainment yang berisi gosip pun laris seperti kacang goreng. Rasanya hampir semua senada dan seirama dalam arti memperebutkan pasar dan konsumen yang sama. Yang berbeda adalah MetroTV karena lebih banyak menyiarkan berita dan ulasannya.

- Ada kesan acara-acara televisi swasta makin tak terkontrol. Tayangan yang berbau pornografi pun merebak. Anak-anak sekolah seperti tidak memperoleh perhatian, bahkan hanya dijejali oleh eksploitasi acara yang lebih banyak menjual mimpi daripada kehidupan yang senyatanya. Misalnya sinetron-sinetron yang hanya menawarkan kemewahan dengan latar belakang kehidupan orang kaya dan serba metropolitan. Di mana letak unsur pendidikannya? Padahal mestinya lembaga penyiaran termasuk pers tidak hanya menghibur, tetapi juga memberi informasi dan edukasi. Juga berperan sebagai lembaga kontrol sosial. Sayang acara-acara yang secara khusus menunjang pendidikan seperti tertelan arus pasar seperti sekarang.

- Komisi Penyiaran baik yang ada di pusat maupun daerah hendaknya mulai melakukan kontrol dan menerapkan berbagai regulasi tanpa harus melakukan pengekangan kreativitas, apalagi sampai mengurangi kebebasan. Seharusnya materi siaran yang menyangkut pendidikan memperoleh porsi yang lebih besar. Bisa saja materi pendidikan dikemas dalam bentuk hiburan atau disebut edutainment. Sebaliknya program-program acara yang berselera rendah dan tidak mendidik dibatasi agar tidak kontraproduktif dari sisi pendidikan anak, terutama yang masih di SD, SMP, dan SMA. Syukur bila kesadaran itu muncul di kalangan lembaga penyiaran, khususnya televisi. Yakinlah apa pun bisa dikemas dengan baik agar tetap menarik perhatian.

- Kemunculan televisi pendidikan, walaupun masih kecil perlu terus didukung agar makin meluas. Paling tidak bisa sebagai penyeimbang atau alternatif siaran-siaran televisi sekarang. Sebelum televisi-televisi swasta merombak paket-paket acaranya agar lebih mendidik dan pro pada pengembangan pendidikan termasuk akhlak dan moral. Janganlah didikotomikan, sesuatu yang edukatif pasti tidak disukai pasar. Kita menyadari betapa besar siaran televisi dalam memengaruhi opini maupun perilaku masyarakat. Jadi jangalah terus diumbar selera rendah dan hal-hal yang kurang mendidik hanya semata-mata demi kepentingan bisnis. Idealnya kepentingan bisnis tetap berjalan seiring dengan penerapan idealisme lain seperti muatan pendidikan.


Sumber : www.suaramerdeka.com

Tidak ada komentar: