Kamis, 22 Mei 2008

Salah satu produk kemajuan teknologi adalah televisi. Media elektronik ini menjadi sarana bagi kita untuk dapat meneropong segala aktivitas yang terjadi di berbagai belahan dunia. Berkat teknologi ini, dunia nyaris dibuat tanpa sekat. Di samping sebagai penyampai informasi, televisi juga bisa berfungsi sebagai media pendidikan sekaligus mentransfer pembelajaran dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Lebih dari itu, televisi sebagai sarana hiburan dan lain-lain. Semula, TV selain hiburan dinilai bahwa siarannya kurang bermanfaat dalam dunia pendidikan, hal ini mengingat biaya operasionalnya yang cukup mahal, tetapi kemudian muncul pendapat yang berlawanan, yang menyatakan bahwa televisi sebagai media massa sangat bermanfaat dalam memajukan pendidikan suatu bangsa. Menurut Dr. Jack Lyle, televisi dengan gambar audio visualnya sangat membantu dalam mengembangkan daya kreasi kita, hal ini seperti diungkapkan oleh Walter Lippman beberapa tahun lalu, bahwa dalam pikiran kita ada semacam ilustrasi gambar dan gambar-gambar ini merupakan suatu yang penting dalam hubungannya dengan proses belajar, terutama sekali yang berkenaan dengan orang, tempat dan situasi yang tidak setiap orang pernah ketemu mengunjungi atau telah mempunyai pengalaman.
Dari pendapat itu dalam perkembangannya membuktikan bahwa dengan sifat audio visual yang dimiliki oleh televisi, menjadikan televisi sangat pragmatis, sehingga mudah mempengaruhi penonton dalam hal: sikap, tingkah laku dan pola pikirnya, maka pantaslah kalau dalam waktu relatif singkat televisi telah menempati jajaran teratas candu elektronik dari jajaran media massa .Jadi, apabila kita tarik benang merah antara kebiasaan menonton televisi dan proses belajar pada diri anak-anak, sebenarnya televisi dapat pula berfungsi sebagai media pendidikan. Pesan-pesan edukatif baik dalam aspek kognitif, apektif, ataupun psikomotor bisa dikemas dalam bentuk program televisi. Secara lebih khusus televisi dapat dirancang/dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Pesan-pesan instruksional, seperti percobaan di laboratorium, field-trip, kegiatan baksos, keterampilan, teater, musik dan drama sekolah dan banyak lagi yang dapat diperlihatkan melalui tayangan televisi. Keuntungan lain, televisi bisa memberikan penekanan terhadap pesan-pesan khusus pada peserta didik, misalnya melalui teknik close-up, penggunaan grafis/animasi, sudut pengambilan gambar, teknik editing, serta trik-trik lainnya yang menimbulkan kesan tertentu pada sasaran sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.
. Dalam teori Cultivasi, disebutkan bahwa anak-anak meniru apa yang dilihatnya, baik dalam keseharian maupun dalam media massa. Media lah yang telah membentuk sebagian dari kepribadian anak-anak. Jika media televisi secara gamblang menyajikan adegan-adegan visual dalam program untuk anak-anak, maka dari situlah pada mulanya anak-anak melakukan proses peniruan. Artinya, dengan kondisi seperti itu, maka sangatlah ideal jika televisi menjadikan dirinya sebagai salah satu media pembelajaran yang positif bagi anak-anak. Keuntungan lainnya adalah media televisi dapat menyajikan pesan/objek yang sebenarnya termasuk hasil dramatisir secara audio visual dan unsur gerak (live) dalam waktu bersamaan (broadcast). Pesan yang dihasilkan televisi dapat menyerupai benda/objek yang sebenarnya atau menimbulkan kesan lain. Oleh karena itu, media ini memiliki potensi besar dalam merubah sikap dan perilaku masyarakat, dengan kata lain acara-acara tersebut disertai dengan fakta dan ilustrasi yang menarik berupa gambar-gambar dan rekaman peristiwa yang sebenarnya, sehingga kita bisa membayangkan dan menikmati seolah-olah hal tersebut memang benar-benar kita alami. Hal ini akan mempercepat kerja otak kita untuk menerima beberapa hal baru tentang pengetahuan. Serta meningkatkan kemampuan kita dalam berimajinasi secara kreatif. Hal ini berarti bahwa audio visual dapat memberikan pengalaman-pengalaman yang baru sesuai dengan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, atau dapat memberikan pengalaman semu atau Simulated Experience. Namun perlu dicermati, terutama bagi orang tua dan guru sebagai pendidik dan pembimbing utama anak bahwa mereka lah yang memegang kendali untuk mengenalkan dan memilihkan program-program acara yang sesuai serta bermuatan ilmu pengetahuan pada mereka. Dampingi mereka ketika menonton acara tersebut. Hal ini akan membantu apabila terdapat beberapa hal yang tidak mereka mengerti untuk ditanyakan kepada kita. Secara psikologis, kedekatan kita (orangtua/guru) dapat terjalin dengan baik. Dari sini jelas, di saat nonton acara televisi, tugas orang tua adalah senantiasa mendampingi dan memberikan arahan kepada anak. Mereka harus menjelaskan dampak positif dan negatifnya, menjelaskan acara apa saja yang layak dan tidak layak ditonton. Apabila acara televisi tersebut berbenturan dengan waktu shalat, ngaji maupun waktu belajar maka, orang tua harus mengarahkan mereka agar melakukan kewajibannya dulu.
Oleh sebab itu jika dalam keseharian orang tua tidak mampu memberi teladan kepada anak, maka mereka akan meniru dari apa yang mereka lihat di sekelilingnya, termasuk media televisi. Namun jika televisi tidak mampu memberikan teladan, di mana lagi anak-anak akan mencari tokoh panutannya? Pertanyaan seperti inilah yang akhirnya membuat kita harus segera memikirkan jalan keluarnya.
Agenda mendesak ke depan adalah menciptakan media televisi yang peduli terhadap anak, sehingga mereka terhindar dari kemungkinan buruk yang bakal terjadi. Salah satu cara menuju terciptanya televisi peduli anak adalah berjuang lewat undang-undang penyiaran. Yaitu memperjuangkan lewat undang-undang agar pemerintah membuat aturan yang harus ditaati oleh pihak televisi. Aturan tersebut di antaranya adalah pihak televisi harus menayangkan acara bermutu dan aman bagi anak. Pada tahun 1996 kelompok-kelompok masyarakat yang peduli terhadap isu-isu konsumen, acara untuk anak-anak yang ditayangkan televisi, mendorong pemerintah untuk membuat UU Penyiaran untuk menjadi pedoman praktis dan standar mata acara yang dapat diterima publik. Agenda selanjutnya adalah membuat acara televisi yang mendidik. Acara televisi yang mendidik ini harus memiliki beberapa syarat, yaitu isi pesannya baik audio maupun visualnya harus sesuai dengan selera anak-anak. Demikian pula waktu penayangannya hendaklah disajikan pada jam anak-anak, yaitu jam sebelum tidur (sore dan sebelum pukul 21.00). Agenda yang tak kalah pentingnya adalah menumbuhkan kesadaran kritis anak terhadap televisi, di mana yang berperan di sini adalah orang tua, guru maupun tokoh keagamaan. Pemerintah sebagai pembimbing masyarakat melakukan semacam media education yang bertujuan mendidik masyarakat agar menonton televisi secara kritis, benar dan profesional (Venus Khadiz, 1997)
Beberapa agenda mendesak di atas memang harus segera dapat direalisir pada pihak terkait dan untuk menjawab tantangan tersebut, Lembaga Pendidikan Nasional I mendirikan Televisi Sekolah NASSA bertujuan untuk pendidikan yang bukan saja menayangkan acara-acara pendidikan untuk mereka akan tetapi diharapkan juga akan dapat melibatkan peranserta mereka sebagai subjek untuk dapat mengoperasikan semua instrumen pertelevisian sebagai materi pembelajaran dan dapat didistribusikan kepada komunitas khususnya dilingkungan NASSA dalam upaya membudayakan bahwa media televisi positip dapat merubah dan meningkatkan kemampuan pada domain cognitive, affective, psikomotorik termasuk kecerdasan spiritual anak dan positif dapat meningkatkan belajar secara optimal. Ini sangat penting demi melatih kedisiplinan mereka dalam beribadah dan belajar. Dengan begitu diharapkan, kelak kemudian hari mereka bisa menggapai cita-cita sebagai seorang intelektual yang handal, humanis dan bertaqwa kepada Sang Pencipta.
Kami percaya bahwa agenda tersebut akan terwujud apabila semua pihak (pemerintah, pemilik media televisi, praktisi televisi, orang tua, guru dan masyarakat) turut berperanserta menyelesaikan masalah ini. Tidak ada kata terlambat untuk memulai, karena pepatah mengatakan, “Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.“ Ungkapan tersebut merefleksikan keoptimisan bagi kami, bahwa segalanya dapat terwujud, asal kita memiliki keinginan untuk memulainya, exploring better off.

Sumber : Lembaga Pendidikan Nasional I

Tidak ada komentar: